Akhriyadi Sofian, M.A.
Dosen Sosiologi UIN Walisongo
Human experience is now more visual and visualized than ever before
Nicholas Mirzoeff
Kutipan dari Mirzoeff dalam An Introduction to Visual Culture (1999) di atas sangat tepat dalam menggambarkan era digital sekarang ini. Bukan berarti kita sebelumnya tidak memanfaatkan aspek visual yang kita miliki, namun globalisasi dengan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) sekarang ini semakin memvisualisasikan diri dan pengalaman kita. Kecanggihan gawai yang kita miliki mengakibatkan ketergantungan visual dalam berkomunikasi dan mengakses informasi (berita). Tulisan ini akan mencoba membahas visualisasi isu anarkisme dari aspek humor politik dalam bentuk kreasi meme.
Humor dan politik mempunyai relasi yang sudah sangat lama, sejak zaman kuno. Sebagaimana diulas oleh Morreall (2005) bahwa kelahiran demokrasi di Athena bersamaan dengan komedi pada abad ke 5 M. Ditambahkan olehnya bahwa secara spesifik humor politik juga berevolusi bersama media sebagaimana kartun politik yang mengiringi perkembangan media cetak. Digitalisasi media di era 4.0 ini mentransformasi humor politik dalam bentuk meme yang dibuat secara kreatif oleh internet users. Kreasi meme yang berisi humor politik merupakan konstruksi sosial yang lahir dari realitas sosial politik yang sehari-hari dialami oleh masyarakat. Visualisasi humor politik dalam bentuk kreasi meme ini pun tidak sedikit berisi kritik yang sengaja dibuat secara simplistik untuk “melawan” suatu otoritas (pemerintah) dan kebijakannya yang dianggap koersif.
Anarkisme: Hantu Baru di Tengah Pandemi
Pandemi covid-19 membawa dampak tsunami politik yang merupakan ujian terberat yang harus diatasi oleh pemerintah. Kecaman terhadap kebijakan penanganan virus corona oleh pemerintah seolah berlomba dengan ekses sosial ekonomi yang sudah dan sedang menimpa rakyat sebagaimana diberitakan oleh banyak media di tanah air. Sementara itu pemerintah melalui aparat kepolisiannya menciptakan drama murahan anarkisme yang alih-alih berkontribusi maksimal terhadap krisis nasional namun sebaliknya menjadi bumerang dan bahan olok-olok warga dengan kreasi-kreasi meme yang lucu dan sarkastik.
Anarkisme sebagaimana laporan media tanah air sedang mulai naik daun setelah kericuhan pada demonstrasi peringatan May Day tahun 2019. Sejak itu wacana mengenai anarkisme selalu dikaitkan dengan aksi-aksi vandalistik, pengrusakan, kekerasan, dan perlawanan terhadap otoritas yang berwenang. Sebenarnya faham atau ideologi anarkisme itu sendiri apa dan bagaimana relasinya dengan pemerintah? Faham anarkisme ini terlalu dibesar-besarkan tanpa literasi yang cukup tentang hal tersebut. Selebihnya menjadi hantu ideologis baru seperti ideologi komunisme yang terlarang di negara ini.
Seorang tokoh besar anarkisme, Michael Bakunin dalam karyanya God and State (1970) secara eksplisit mengakui bahwa otoritas (authority) ialah suatu kuasa yang tidak terelakkan (inevitable power), tidak bisa ditolak, yang termanifestasikan pada kesatuan dan fenomena suksesi dalam lingkungan fisik dan sosial. Kebebasan individu pun terkait dengan otoritas ini, yang menurutnya individu mematuhi suatu otoritas atas dasar kesadarannya sendiri. Dan otoritas yang berkuasa ini menurut Bakunin adalah dari kalangan terdidik (scientific academy) alasannya jika dipegang oleh bukan para cendekiawan maka cenderung melakukan praktik yang tidak memanusiakan manusia. Jadi relasi antara kebebasan individu dengan otoritas itu basisnya pada kesadaran setiap orang untuk menerima otoritas yang digawangi oleh para intelektual. Bukankah anarkisme dalam pandangan Bakunin sangat humanis? Semacam idealisme politik modern yang menganjurkan suatu otoritas, negara atau apapun istilahnya, diisi oleh orang-orang yang memang kompeten di bidangnya.
Visualisasi Humor Politik Melalui Kreasi Meme
Setiap ada demonstrasi atau aksi yang melibatkan massa isu anarkisme, anarko, dan turunannya selalu mengemuka di media. Isu-isu tersebut tidak serta-merta menjadi momok bagi khalayak. Sebaliknya tidak sedikit mendapat cemoohan dan hujatan terutama di medsos. Bahkan aparat kepolisian seenaknya dikecam dan diolok-olok begitu rupa terkait “mainan” anarkisme tersebut yang tidak cerdas. Bahkan di medsos twitter banyak warga net (netizen) diantaranya membalas komentar dengan kreasi-kreasi meme yang lebih konyol dan sarkastik sambil men-tag akun twitter @DivHumas_Polri yang notabene adalah akun resmi milik Divisi Humas Polri. Salah satu dari sekian kreasi meme itu adalah bagaimana foto dari pelaku yang tubuhnya bergambar (tato?) huruf A kemudian diedit dengan memberi warna merah dan ditambahi selarik kata “Alfamidi” di bawahnya. Atau kreasi meme serupa dimana foto pelaku diedit dengan menempelkan fotonya pada sebuah bungkus rokok yang identik dengan huruf A. Kreasi-kreasi meme mengenai anarkisme dan anarko sindikalis lantas mengalami multiplikasi dan masifikasi di ranah virtual terutama dalam berbagai platform media sosial (medsos) dan terdiseminasikan diantara para digital native tanah air.
Meme berasal dari istilah mimeme berkaitan dengan kata mimesis dalam bahasa Yunani, yang notebene merupakan sinonim dari kata mimicry dalam bahasa Inggris. Sejak diperkenalkan oleh Richard Dawkins melalui karyanya the Selfish Gene (1976), meme diakui sebagai entitas yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui peniruan (Dawkins, 1976; Cannizaro, 2016). Meme bisa berupa gambar (foto ataupun lukisan) ataupun video pendek yang umumnya diberi tambahan caption berupa teks pendek. Limor Shifman (2013) lebih cenderung menyebut kreasi meme di era digital sekarang ini sebagai meme internet yang setidaknya memiliki tiga dimensi: isi (content), bentuk (form), dan cara pandang (stance). Konten disebut sangat terkait dengan teks yang mengacu pada ide dan ideologi yang terdapat didalamnya. Sedang dimensi bentuk merupakan manifestasi fisik dari pesan yang bisa diketahui melalui indera kita. Hal tersebut termasuk dimensi audio-visual yang spesifik pada teks-teks tertentu. Dimensi ketiga adalah komunikasi. Dimensi konten dan bentuk meme dikomunikasikan sehingga pesan di dalamnya tersampaikan.
Contoh kreasi meme dengan menggunakan sosok yang pernah diyakini sebagai ketua anarko sindikalis tersebut mengandung ide berupa informasi tentang anarkisme. Meme tersebut pun menegaskan informasi dari kepolisian mengenai isu kelompok anarko yang disebut-sebut dulunya berencana melakukan aksi vandalistik besar-besaran di seluruh pulau Jawa pada tanggal 18 April sebagaimana diberitakan pada laman portal berita cnn.com pada tanggal 11 April 2020 lalu. Wujud visual dari meme anarkisme sangat jelas bagi siapapun yang melihatnya. Karena meme itu sebuah pesan maka ia terdiseminasikan di ranah virtual melalui berbagai platform medsos secara masif dan niscaya mengalami multiplikasi dalam berbagai bentuk kreativitas para netizen. Kreasi meme anarkisme ini di satu sisi adalah sebuah pesan serius yang mengkritisi kinerja aparat dalam menangani isu anarkisme yang diciptakannya sendiri.
Selain itu satu hal yang melekat pada sebuah kreasi meme ialah unsur humor yang sangat kental di dalamnya. Setiap orang yang mengakses meme anarkisme tersebut dari gawainya niscaya mafhum bahwa kreasi meme tersebut adalah sebuah guyonan atau dagelan visual buah kreativitas iseng netizen. Davies dalam Jokes and their Relation to Society (1998) mendefinisikan dagelan alias jokes adalah sebuah bentuk kontrol sosial untuk menegakkan struktur sosial masyarakat dan juga bisa dipakai untuk melawan suatu tatanan politik. Dagelan mengekspresikan nilai-nilai rasionalitas dan kegelisahan yang diciptakan oleh bentuk-bentuk modern dari organisasi sosial yang rasional, namun ia juga merupakan sebuah protes melawan irasionalitas yang dianggap dominan dari otoritas politik dan pelaku kekerasan.
Humor atau dagelan yang dikemas dalam wujud kreasi meme sarat bermuatan kritik sarkastis warga negara di ranah virtual sekaligus untuk mengekspresikan nilai-nilai rasionalitas melawan irasionalitas banal yang dipertontonkan oleh pemegang otoritas melalui aparatnya. Dan terbukti aparat memang gagap dalam skenario drama murahan anarkisme yang dibuat sendiri olehnya. Dalam reportasi di laman portal berita vice.com pada 15 April 2020, terungkap bahwa sosok yang disebut ketua anarko sindikalis dan dijadikan meme bahasan dalam tulisan ini, ternyata adalah tahanan yang ditangkap karena mencuri helm milik polantas. Fakta tersebut seolah menelanjangi institusi kepolisian dan semakin menguatkan citra buruk polisi sebagai aparat negara yang tidak profesional. Apalagi aparat kepolisian juga melakukan sweeping beberapa buku yang dianggap mengajarkan faham anarkisme. Liputan dari portal berita liputan6.com (2020) menyangkut demonstrasi penolakan omibuslaw kemarin, menurunkan berita mengenai penangkapan mahasiswa yang dianggap melakukan tindakan anarkis dan buku karya Tan Malaka yang ditemukan di dalam tasnya dijadikan sebagai barang bukti! Berbagai kreasi meme yang muncul akibat aparat terlalu lebay dengan isu anarkisme justru menjustifikasi inkompetensi aparat kepolisian dalam menangani hantu yang diciptakannya sendiri. Dan seiring dengan kreasi meme anarkisme di atas, lantas memunculkan banyak kreasi meme serupa yang mendiskreditkan aparat kepolisian di ruang publik virtual. Seperti sebuah kreasi meme yang bertuliskan kalimat, “rajin membaca jadi pintar, malas membaca jadi polisi!”
Pustaka Acuan
Michael, Bakunin, 1970, God and the State. New York: Dover Publications, Inc.
Davies, Christie, 1998, Jokes and their Relation to Society. New York: Mouton de Gruyter.
Morreall, John, 2005, “Humour and The Conduct of Politics” in Sharon Lockyer & Michael Pickering (eds) Beyond a Joke The Limit of Humour. New York: Palgrave
Shifman, Limor, 2013, Memes in a Digital World: Reconciling with a Conceptual Troublemaker. Journal of Computer-Mediated Communication 18, page: 362-377
Sumber Internet
https://www.vice.com/id_id/article/wxemex/ketua-anarko-sindikalis-yang-ditangkap-polisi-di-tangerang-ternyata-maling-helm, diakses 24 April 2020
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200411151902-12-492615/polda-anarko-rancang-penjarahan-se-pulau-jawa-pada-18-april, diakses 24 April 2020 https://www.liputan6.com/regional/read/4377784/buku-tan-malaka-jadi-barang-bukti-penangkapan-demonstran-di-banten, diakses tanggal 13 Oktober 2020