Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menggelar Sidang Senat Terbuka Pengukuhan 15 Guru Besar UIN Walisongo bertempat di Auditorium Prof. Tgk Ismail Yakub, Kamis (30 November 2023).
Acara ini dihadirI oleh Rektor UIN Walisongo (Prof. Dr. H. Nizar, M.Ag), Para Wakil Rektor, Para Dekan, Para Anggota Senat dan Para tamu undangan. Acara ini dibuka secara resmi oleh Ketua Senat Akademik UIN Walisongo Semarang, Prof. Dr. Abdul Jamil, M.A.
Mengawali pembukaan acara pengukuhan diawali dengan Pembacaan Surat Keputusan para guru besar oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kelembagaan, Prof. Dr. H. Mukhsin Jamil, M.Ag.
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Tentang Kenaikan Jabatan Akademik atau Fungsional Dosen :
- Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 091315/B/2/3/2023 Tanggal 7 September 2023, nama :
- Prof. Dr. Ahwan Fanani, M.Ag dinaikan jabatan menjadi profesor atau guru besar dalam bidang Ilmu Pemikiran Hukum Islam pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
- Keputusan Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi Republik Indonesia Nomor 47233/M/07/2023 Tanggal 1 September 2023, nama :
- Prof. Dr. Mizbah Zulfa Elizabeth, M.Hum dinaikan jabatan menjadi profesor atau guru besar dalam bidang Ilmu Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Dekan FISIP UIN Walisongo, Mizbah Zulfa Elizabeth mengatakan alasan mengangkat judul dalam orasi ilmiahnya.
‘’Kontestasi Gender Dalam Masyarakat: Jalan Panjang Ketidakadilan Perempuan Dalam Politik Indonesia merupakan gagasan hasil refleksi atas kajian yang selama ini saya lakukan. Dengan topik gender serta refleksi atas fenomena sosial budaya yang berkait dengan gender di kalangan masyarakat. Terkhusus terkait dengan fenomena politik,’’katanya.
‘’Refleksi ini juga merupakan refleksi diri dalam mengamati, mengalami, pengalaman sebagai perempuan. Dalam konteks masyarakat, yang tentu saja masyarakat islam serta dengan fokus pada arena politik gender di Indonesia,’’terang Eliz.
Eliz menjelaskan bahwa sebagai akademisi refleksi ini tidak hanya berkait dengan pengalaman kehidupan secara praktis tetapi konseptual.
‘’Sebagai akademisi tentu refleksi ini tidak hanya berkait dengan pengalaman kehidupan secara praktis namun konseptual karena dalam kenyataan perjuangan perempuan masih sangant berat terutama dalam arena politik,’’jelasnya.
Ia menuturkan bahwa diangkatnya judul ini sebagai arena yang perlu dipikirkan dalam kajian akdemik yang berkait dengan kontestasi tersebut.
‘’Dengan judul kontestasi dalam masyarakat jalan panjang ketidakadilan perempuan dalam politik Indonesia saya berpikiran bahwa arena yang perlu dipikirkan dalam kajian-kajian akademik adalah berkait dengan kontestasi itu,’’tuturnya.
Konsep kontestasi seolah merupakan event, namun sebenarnya sebuah rentang.
Eliz menegaskan bahwa sejarah kajian etnografi di berbagai belahan dunia pada masa awal tidak mengenal gender.
‘’Sejarah kajian etnografi di berbagai belahan dunia menyebutkan berkait dengan gender, masyarakat – masyarakat dunia sebenarnya pada masa awal tidak mengenal gender. Jadi ada sebuah solutery community sebuah masyarakat yang satu. Pemenuhan kebutuhan adalah sebagai sebuah priority sehingga tidak ada pemilahan antara laki-laki dan perempuan berkait dengan peran dan fungsi. Mereka harus bekerja sama dan menyatu untuk menyelesaikan kehidupan,’’tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa proses kontestasi ini berkait dengan nilai patriarki dan equality, sebuah proses dari internal homeostatic yang kemudian ada rentang tentang perbedaan itu.
‘’Undang-undang politik di Indonesia mengalami revolusi yang sangat luar biasa dengan munculnya Undang-undang pemilu tahun 2023 yang disebutkan tentang kuota perempuan, betapa konstraksi di DPR untuk memutuskan statement dalam pasal itu. Proses kontestasi ini berkait dengan nilai patriarkhi nilai equality. Apa yang saya temukan pemikiran untuk pengukuhan ini adalah bahwa kontestasi itu sebuah proses dari sebuah internal homeostatic muncul perbedaan akhirnya kemudian ada rentang tentang perbedaan itu,’’tambahnya.
Reporter : Nuke Rachma Gunarni